Showing posts with label penyakit. Show all posts
Showing posts with label penyakit. Show all posts

Thursday 14 October 2010

hepatitis

Hepatitis virus dapat didefinisikan sebagai suatu infeksi sistemik yang menimbulkan peradangan dan nekrosis sel hati; yang mengakibatkan terjadinya serangkaian kelainan klinik, biokimiawi, imunoserologik dan morfologik. Sebagi penyebabnya saat ini diketahui ada 5 jenis virus hepatotropik, masing-masing dengan ciri imunoserologik khusus dan sifat epidemiologik yang khas. Kelima jenis virus hepatitis tersebut adalah :
1. Hepatitis virus A (HAV)
2. Hepatitis virus B (HBV)
3. Hepatitis C (HCV; d/h "posttransfuision/parenteral" Non A Non B hepatitis)
4. Hepatitis D (HDV)
5. Hepatitis E (HEV: d/h "epidemic/enteral/enterically-transmitted" Non A Non B hepatitis)
Identifikasi serologic yang spesifik telah dikenal untuk hepatitis A, hepatitis B dan hepatitis D, dan sejak beberapa waktu yang lalu juga tersedia pemeriksaan serologic yang spesifik untuk hepatitis C (Chiron/Ortho, Chiron Abbott, USA), sedangkan untuk identifikasi hepatitis S masih sedang dikembangkan.
Sejak ditemukannya HBsAg (d/h: Australia antigen) oleh Blumberg dkk tahun 1965. terungkap berbagai peristiwa penting yang berkaitan dengan infeksi virus hepatitis B (HBV).
Namun semula dari apa yang sekarang kita kenal sebagai "hepatitis B surface antigen" (HBsAg), ialah "Australia antigen", seperti yang tercantum dalam deretan kronologi mengenai peristiwa-peristiwa penting hepatitis B, di atas.

Antigen ini untuk pertama kali ditemukan dalam darah yang diperoleh dari seorang pribumi Australia untuk kepentingan eksperimental. Demikian asal mula Australia antigen, yang saat ini belum diketahui maknanya, ataupun kaitannya dengan hepatitis B.
Penemuan di atas telah diakui sebagai kejadian bersejarah, karena sejak saat itu berlangsung kemajuan yang amat pesat dalam hal pengertian kita tentang hepatitis B. Identifikasi virus HB struktur, mekanisme replikasi, seroepidemologi serta kejadian-kejadian dibidang biologi molekuler, sampai keberhasilan produksi vaksin untuk pencegahan terhadap hepatitis B. hanya dalam jangka waktu kl. 15 tahun sejak ditemukan Australia antigen, sudah dapat tersedia vaksin hepatitis B, yang mungkin juga merupakan vaksin pencegah kanker hati yang pertama.
A. Hepatitis A (HAV) adalah virus yang mengandung RNA dan termasuk keluarga picarnovirus, infeksi biasa ditularkan melalui fecal-oral dan kontaminasi pada minuman dan makanan dapat menimbulkan ledakan wabah(l). Masa yang paling infektif adalah selama 2 mtnggu sebelum timbul gejala periode viremia yang pendek, penyakit ini dapat ditularkan melalui produk darah.
B. Hepatitis B (HVB) adalah virus yang mengandung DNA kompleks dan termasuk dalam keluarga hepadnavirus. Tubuh virus yang komplit atau partikel Dane, terdiri dari sebuah protein selubung luar virus (yang mengandung antigen permukaan hepatitis B atau HBsAg) yang membungkus nucleocapsid viral (yang mengandung antigen inti hepatitis B atau HBcAg).Antigen permukaan hepatitis B terdeteksi dalam serum hampir semua kasus infeksi HBV akut dan kronis. HBcAg tidak beredar bebas di sirkulasi darah namun dapat dideteksi dalam sel hati bila di sana terdapat replikasi virus yang aktif). Antigen hapitis Be (HBcAg) rupanya adalah komponen HBcAg, antigen hepatitis Be itu biasanya dapat

dideteksi dalam serum bila terdapat replikasi virus secara aktif. Antibodi-antibodi yang beredar dalam darah terhadap berbagai jenis virus terbentuk sebagai tanggapan terhadap infeksi dan antibody-antibodi ini dapat dengan mudah terdeteksi dengan menggunakan radio immunoassay atau enzym immunoassay yang tersedia di pasaran. Antibodi terhadap antigen permukaan hepatitis B (anti HBs) dapat dideteksi dalam dua fraksi : anti-HBclgM dan anti-HBc total. Anti-HBclgM biasanya muncul pada infeksi akut namun kadang-kadang dapat dideteksi selama masa replikasi viral yang hebat pada penyakit khronis. Anti HBc total meliputi fraksi IgM dan IgG dan positif pada penyakit akut (karena adanya IgM) dan khronis (terutama oleh fraksi IgG). Infeksi dengan HBV biasanya menyebar melalui penularan parenteral baik yang nyata (misalnya saliva, semen), yang dapat pula menularkan infeksi HBsAg jarang terdapat pada feces dan urine. Para pasien dengan infeksi HBV hendaknya menghindari kontak yang intim (menggunakan pisau cukur bersama, sikat gigi, dsb) dengan anggota rumah tangga yang lain karena pasien-pasien itu infeksius hingga terjadi serokonversi(1) atau hingga anggota rumah tangga yang lain telah divaksinasi komplit.
C. Hepatitis C (HCV) mempunyai masa inkubasi yang dapat berlangsung hanya selama 2 minggu, namun biasanya 6 minggu hingga 6 bulan. Satu-satunya pemeriksaan serologic yang tersedia kini adalah antibody hepatitis C (HCVAb) Adanya HCVAb menunjukkan infeksi khronis dengan HCV, dan antibodik tidak memberikan kekebalan. HCVAb dan bisa memerlukan waktu hingga 12 bulan untuk menjadi positif setelah infeksi akut. Antibodi tersebut bisa positif pada 60-80% dari para pasien dengan infeksi khronis(2). Sistem pengujian untuk konfirmasi dan deteksi antigen/antibody tambahan sedang diteliti. Rute penularan utama yang telah diketahui adalah melalui darah (misalnya tranfusi, penggunaan obat-obat intravena), namun hingga 60% dari para pasien tidak mempunyai riwayat kontak.

Data tentang penularan secara seksual saling bertentangan namun ada petunjuk bahwa HCV dapat ditularkan secara seksual meskipun dengan frekuensi yang jauh lebih rendah daripada HBV(3). Penularan perinatal belum pernah dapat ditunjukkan secara jelas, meskipun HCV Ab (suatu antibody IgG) dapat menembus placenta. Karena itu pedoman-pedoman isolasi bersifat kontroversial; sekurang-kurang darah dan cairan tubuh supaya dianggap infeksius.
D. Hepatitis D (dulu virus Delta) adalah virus tak sempurna yang mengandung RNA. Agar infeksi dan replikasi virus ini dapat terjadi, diperlukan kehadiran HBV(I). Kehadiran HBV merupakan prasyarat bagi infeksi virus hepatitis D. Jadi infeksi delta hanya dapat terjadi apabila seorang pembawa HBsAg kemudian terpapar pada virus delta atau bila seseorang terinfeksi secara simultan oleh HBV dan virus hepatitis D. infeksi hepatitis D tersebar luas di seluruh dunia, namun demikian infeksi ini bersifat endemic di daerah seluruh laut tengah dan di daerah-daerah tertentu di Timur Tengah dan Amerika Selatan. Di luar daerah endemic, infeksi terjadi paling sering pada para pecandu obat bius dan pada orang-orang yang mendapatkan tranfusi darah beruiang-ulang. Penyakit bentuk fulminal lebih sering dijumpai pada HDV dan penyakit khronis berjangkit pada kebanyakan pasien.(1) HDV akut didiagnosis dari adanya HDV Ag dan anti HDV IgM dalam serum.
E. Hepatitis E (HEV) mempunyai masa inkubasi 3-6 minggu. Penularan sangat mirip HAV-HEV telah diperkirakan ikut terlibat dalam epidemi di daerah-daerah tertentu seperti misalnya India, Asia Tenggara, Afrika dan Meksiko. Di Amerika Serikat kasus-kasus yang pernah dilaporkan hanya terbatas pada orang-orang yang pernah berkunjung ke daerah endemic. Metoda-metoda uji diagnostik sedang diteliti. Pada wanita hamil HEV mempunyai angka fatalitas yang tinggi.

F. Non A, Non B (NANB) merupakan kategori pengecualian bagi virus hepatotrophic yang menunjukkan hasil pemeriksaan serologic negatif untuk jenis-jenis virus hepatotrophiv lainnya. Dahulu HVV termasuk dalam golongan ini dalam proporsi yang bermakna. NANB berjangkit secara sporadic setelah pemaparan melalui darah. Rekomendasi-rekomendasi untuk mencegah penularan dan untuk isolasi mirip dengan rekomendasi-rekomendasi untuk HCV.

Demam rematik

Demam rematik telah lama dikenal. Demam rematik eksaserbasi akut adalah suatu sindroma klinik penyakit akibat infeksi kuman Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema marginatum. Penyakit Jantung rematik (PJR) adalah penyakit jantung sebagai akibat adanya gejala sisa (sekuele) dari Demam rematik, yang ditandai dengan terjadinya cacat katup jantung
Demam rematik terjadi sebagai sekuele lambat radang non supuratif sistemik yang dapat melibatkan sendi, jantung, susunan saraf pusat, jaringan subkutan dan kulit dengan frekuensi yang bervariasi. Jauh sebelum T. Duckett Jones pada tahun 1944 mengemukakan kriteria Jones untuk menegakkan diagnosis demam rematik, beberapa tulisan sejak awal abad ke 17 telah melaporkan mengenai gejala penyakit tersebut. Epidemiologis dari Perancis de Baillou adalah yang pertama menjelaskan rheumatism artikuler akut dan membedakannya dari gout dan kemudian Sydenham dari London menjelaskan korea, tetapi keduanya tidak menghubungkan kedua gejala tersebut dengan penyakit jantung. Pada tahun 1761 Morgagni, seorang patolog dari Itali menjelaskan adanya kelainan katup pada penderita penyakit tersebut dan deskripsi klinis Penyakit Jantung Rematik dijelaskan setelah didapatinya stetoskop pada tahun 1819 oleh Laennec. Pada tahun 1886 dan 1889 Walter Butletcheadle mengemukakan “rheumatic fever syndrome” yang merupakan kombinasi artritis akut, penyakit jantung, korea dan belakangan termasuk manifestasi yang jarang ditemui yaitu eritema marginatum dan nodul subkutan sebagai komponen sindroma tersebut. Pada tahun 1931, Coburn mengusulkan hubungan infeksi Streptokokus grup A dengan demam rematik dan secara perlahan-lahan diterima oleh Jones dan peneliti lainnya. Pada tahun 1944 Jones mengemukakan suatu kriteria untuk menegakkan diagnosis demam rematik. Kriteria ini masih digunakan sampai saat ini untuk menegakkan diagnosis dan telah beberapa mengalami modifikasi dan revisi, karena dirasakan masih mempunyai kelemahan untuk menegakkan diagnosis secara tepat, akurat dan cepat.
Saat ini banyak kemajuan yang telah dicapai dalam bidang kardiologi, tetapi demam rematik dan penyakit jantung rematik masih merupakan problem karena merupakan penyebab kelainan katup yang terbanyak terutama pada anak. Sampai saat ini demam rematik belum dapat dihapuskan, walaupun kemajuan dalam penelitian dan penggunaan antibiotika terhadap penyakit infeksi begitu maju. Demam rematik dan pernyakit jantung rematik masih merupakan penyebab penyakit kardiovaskular yang signifikan didunia, termasuk Indonesia. Dinegara maju dalam lima tahun terakhir ini terlihat insidens demam rematik dan prevalens penyakit jantung rematik menurun, tetapi sampai permulaan abad ke-21 ini masih tetap merupakan problem medik dan public health didunia karena mengenai anak-anak dan dewasa muda pada usia yang produktif.
Sekuele demam rematik pada katup jantung yang menimbulkan kerusakan katup jantung menghabiskan biaya yang sangat besar. Untuk penanganannya memerlukan sarana, prasarana dan tenaga trampil yang handal sehingga memerlukan biaya yang sangat besar. Penanganan yang tidak sempurna menyebabkan angka kesakitan dan angka kematian bagi penderitanya, dan penanganan yang sempurna memerlukan biaya yang besar dan waktu yang terus menerus sepanjang usia penderitanya.(bersambung)